Pengakuan Mengejutkan di Sidang Tom Lembong: Jokowi Disebut Bubarkan Dewan Gula
Pengakuan Mengejutkan di Sidang Tom Lembong: Jokowi Disebut Bubarkan Dewan Gula

WAYNETHOMASYORKE.COM – Persidangan Thomas Trikasih Lembong kembali menjadi sorotan. Salah satu trisula88 resmi saksi menyampaikan informasi mengejutkan. Ia menyebut Presiden Joko Widodo membubarkan Dewan Gula Indonesia secara langsung. Informasi ini memicu reaksi luas dan menimbulkan berbagai pertanyaan.

Saksi Tegas Menyebut Peran Presiden

Dalam ruang sidang Tom Lembong, saksi menjelaskan bahwa keputusan tersebut bukan berasal dari kementerian. Ia menekankan bahwa Jokowi yang langsung memutuskan pembubaran lembaga tersebut. Pengakuan itu langsung memancing perhatian berbagai kalangan.

Dewan Gula Berperan Strategis dalam Industri

Dewan Gula Indonesia dulunya menjalankan fungsi penting. Lembaga ini mengatur produksi gula, mengawasi impor, serta menetapkan harga eceran. Setelah pembubaran, koordinasi antarinstansi menjadi lebih rumit.

Banyak pengamat melihat dampaknya cukup besar. Mereka khawatir keputusan itu melemahkan produksi lokal. Tanpa koordinasi nasional, petani tebu dan industri gula berpotensi merugi.

Publik Mendesak Pemerintah Memberi Penjelasan

Masyarakat langsung bereaksi atas kesaksian tersebut. Mereka meminta kejelasan dari pihak Istana. Mereka ingin tahu apakah benar Presiden mengambil keputusan sendiri tanpa rekomendasi lembaga teknis.

Ahli hukum tata negara ikut menanggapi. Mereka menilai keputusan seperti ini seharusnya memiliki kajian yang mendalam. Pemerintah juga perlu membuka proses pengambilan kebijakan agar publik tidak kehilangan kepercayaan.

Tom Lembong Belum Angkat Bicara

Sampai saat ini, Tom Lembong belum memberikan komentar. Banyak pihak menantikan pernyataannya. Publik ingin mendengar apakah ia mengetahui proses pembubaran itu. Atau, apakah ia punya pandangan berbeda.

Kasus ini bukan hanya soal hukum. Sidang ini membuka ruang diskusi soal kebijakan pangan nasional. Apakah pemerintah masih mengedepankan kepentingan rakyat atau justru makin mengandalkan impor?